Selasa, 12 Februari 2013

EVALUASI SUMBER DAYA LAHAN.


Pertumbuhan penduduk Indonesia yang besar mendorong peralihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Hal ini akan mengakibatkan tejadinya penyempitan lahan untuk pertanian dan semakin meningkatkan tekanan terhadap penggunaan lahan. Di lain pihak terjadi peningkatan konsumsi pangan, yang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang harus diimbangi peningkatan priduksi tanaman pertanian.
Peningkatan produksi dan produktifitas tanaman pangan dan non pangan yang produksinya dapat meningkatkan pendapatan penduduk untuk dapat memenuhi standar hidup yang layak, khususnya kepada petani. Untuk memenuhi keinginan tersebut petani seharusnya berusaha untuk memanfaatkan sumberdaya hayati maupun non hayati yang diharapkan sesuai dengan peruntukan lahannya. Untuk itu, sangat perlu dilakukan suatu kegiatan evaluasi lahan.

A.   Pengertian Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah suatu pendekatan untuk menilai potensi sumberdaya lahan. Evaluasi lahan adalah tahap lebih lanjut dari kegiatan survey dan pemetaan sumberdaya lahan masih sulit untuk dipakai untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu.
Dasar interpretasi dalam evaluasi lahan, bahwa areal dengan keseragaman sifat-sifat tanah, vegetasi, geologi, dan lereng merupakan kesatuan habitat yang dianggap memberikan kesempatan pemakaian yang seragam pula. Keadaan lahan disuatu daerah pada umumnya memilki kondisi yang bervariasi karena adanya perbedaan fisik (lereng, drainase,pH, toksisitas, suhu dan sebagainya) kondisi yang beragam ini berakibat pada perbedaan kualitas lahan yang menyebabkan kesesuaian usaha tanaman pertanian berbeda. Di dalam memanfaatkan kondisi lahan yang bervariasi ini apabila tidak sesuai dengan peruntukkannya, maka harapan produksi tidak akan terpenuhi.
Perencanaan penggunaan lahan untuk jenis tanaman tertentu, khususnya pada upaya peningkatan produksi pertanian harus didasarkan dengan perencanaan yang baik. Untuk penyusun perencanaan tersebut dibutuhkan informasi dasar sumberdaya lahan yang meliputi tentang masalah kemampuan lahan dan kesesuaian lahan, karena kemampuan lahan merupakan sifat dakhil lahan yang menyatakan daya dukungnya untuk memberikan hasil pertanian pada tingkat tertentu.
Evaluasi kesesuaian lahan berupaya mengestimasi daya dukung lahan untuk penggunaan tertentu.sedangkan kesesuaian lahan menitikberatkan pada tingkat kecocokan sebidang lahan untuk satu penggunaan tertentu klasifikasi kesesuaian lahan merupakan suatu proses penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relative lahan atau kesesuaian absulut lahan bagi suatu penggunaan tertentu.

B.   Batasan dan Ruang Lingkup Evaluasi Lahan
Informasi tanah merupakan salah satu bagian sumberdaya alam yang mempunyai pengaruh langsung dan kelanjutan bagi pengguna pertanian. Informasi bentuk lahan, topografi dan formasi geologi secara tidak langsung mempengaruhi bentuk penggunaan lahan dan jenis tanah tanaman yang diusahakan (Sitorus, 1995), factor-faktor topografi (ketinggian, panjang dan derajat lereng, posisi pada bentang lahan) dapat berpengaruh tidak langsung pada penggunaan lahan bagi usaha pertanian.
Evaluasi lahan mempertimbangkan kemugkinan penggunaan dan faktor pembatasan tersebut dan berusaha menerjemahakan informasi-informasi yang cukup banyak dari lahan tersebut kedalam bntuk-bentuk yang dapat di gunakan para praktisi seperti petani, para ilmuwan yang mempertanyakan kemungkinan untuk menanam jenis tanaman tertentu, atau pertanyaan yang berhubungan dengan pekerjaan keteknisan (Worosuprojdo.S. 1989).
Kemampuan lahan yang tinggi diharapkan berpotensi besar dalam berbagai penggunaan, yang memungkinkan penggunan ynag intensif yang berbagai macam kegiatan. Sistem tersebut mengelompokkan lahan kedalam sejumlah kecil kategori yang diurutkan menurut faktor penghambat dan sejumlah cirri-ciri tanah serta lingkungan lainnya.
Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976) kelas kesesuian lahan suatu arela dapat saja berbeda tergantung pada tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan. Evaluasi kesesuaian lahan pada dasarnya berhubungan dengan evaluasi untuk suatu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, palawija, jagung dan sebagainya, sedangkan evaluasi kemampuan lahan umumnya ditujukan untuk penggunaan yang lebih umum seperti penggunaan untuk pertanian, pemungkinan, industri, perkotaan, jasa, peruntukan dan sebagainya.
USDA mengelompkkan system kalsifikasi lahan melalui interpretasi yang dibuat terutama untuk pertanian. Pengelompokan lahan yang dapat digarap menurut potensi dan penghambatnya untuk dapat berproduksi secara lestari, yang mendasarkan pada faktor-faktor penghambat dan potensi bahaya lainang masih dapat di terima dalam klasifikasi lahan (Bibby dan Mackney dalam Sitorus, 1995).

C.   Persyaratan Tumbuh Tanaman
Tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi memerlukan persyaratan tertentu, persyaratnya tersebut terutama energy radiasi, temperatur yang cocok untuk pertumbuhan, kelembaban, oksien, dan unsur hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban sering digabungkan disebut periode pertumbuhan (FAO, 1076).
Persyaratan tumbuh tanaman  lainnya adalah yang tergolong sebagai kualitas lahan media perakaran. Media perakaran terdiri dari : drainase, tekstur, struktur, konsistensi dan kedalaman efektif tanah. Ada tanaman yang memerlukan drainase terhambat seperti dari jenis tanaman air termasuk padi sawah, tetapi pada umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik, yang pada kondisi demikian aerasi tanah cukup baik artinya di dalam tanah cukup tersedia oksigen, dan akar tanaman dapat berkembang dengan baik, sehingga dapat menyerap unsur hara secara optimal. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman merupakan batasan bagi kelas kesesuaian, kelas kesesuaian yang paling baik (S1) yang tidak memiliki pembatas serius, sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2) dengan pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari, dan sesuai marginal (S3) adalah lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari di luar batasan tersebut di atas merupakan lahan yang tergolong tidak sesuai (N1) saat ini, dengan pembatas yang sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan saat ini, kelas tidak sesuai untuk selamanya (N2) merupakan lahan yang memiliki pembatas yang sangat berat, sehingga tidak mungkin unuk digunakan bagi suatu penggunaan yang berkelanjutan.

D.   Evaluasi Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah suatu jenis penggunaan tertentu oleh kondisi karakteristik lahannya yang bertujuan untuk menetapkan atau memilih penggunaan lahan tertentu secara berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Karakteristik lahan meliputi semua faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir (diestimasi) seperti : tekstur tanah, struktur tanah, kemiringan lereng, batuan di permukaan, iklim dan sebagainya.(FAO,1976; Anonim, 1983; Sys, 1991).
Evaluasi kesesuaian lahan pada dasarnya merupakan evaluasi potensi lahan bagi penggunaan berbagai system pertanian secara luas dan tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun tindakan-tindakan pengelolaannya. Oleh sebab itu sifatnya merupakan evaluasi yang lebih umum dibandingkan dengan evaluasi kesesuaian lahan yang bersifat lebih khusus (Sitorus, 1995). 
Penilaian kesesuaian lahan mempunyai arti penting mencakup peniaian kesesuaian setiap jenis lahan untuk tanaman tertentu sangat membantu dalam mendesain jenis penggunaan lahan sebagai pedoman bagi perencana dalam memilih tanaman dan daerah bagi tanaman tertentu yang memerlukan persyaratan khusus, selain itu penilaian kesesuaian lahan merupakan sarana untuk menaksir produktifitas usahatani yang dijalankan secara khas (Soetarto dan Taylor, 1993).

IDENTIFIKASI AIR TANAH MELALUI TEKNIK GEOLISTRIK

A.    Pengertian Air Tanah

Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah didalam mintakat jenuh (saturation Zone) dengan tekanan hidrostatis sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer. Kondisi air tanah dipengaruhi oleh iklim, kondisi geologi, geomorfologi dan penutup lahan serta aktivitas manusia.

Kondisi air tanah dapat diketahui dari kondisi akuifer. Akuifer adalah suatu lapisan batuan atau formasi geologi yang mempunyai struktur yang memungkinkan air untuk masuk dan bergerak melaluinya dalam kondisi normal (Tood, 1980)
Menurut Suharyadi sebagian air tanah berasal dari air permukaan yang meresap masuk kedalam tanah dan membentuk suatu siklus hidrologi. Air tanah (ground water) air yang terdapat pada suatu lapisan batuan yang menyimpan dan meloloskan air yang disebut akuifer. Air tanah dapat dibedakan kedalam dua jenis yaitu air tanah bebas dan air tanah dalam. (Bakri, 2003).
Selain itu dikenal pula air tanah magnetik (Vulkanik) yang mempunyai kedalaman sekitar 3-5 kilometer, air kosmik yang berasal dari meteorit, serta fosil atau connate yakni air yang terperangkap dalam suatu cekungan dimana proses terjadinya bersamaan dengan proses terjadinya proses sedimenasi yang berlangsung secara alami dalam waktu pembentukan yang cukup lama. Air tanah merupakan salah satu komponen dari suatu sistem peredaran air di alam yang disebut siklus hidrologi. Siklus hidrologi sendiri adalah suatu proses sikulasi dan perubahan bentuk dari air dialam yang berlangsung secara terus menerus, baik air yang berada di laut, di atmosfer maupun yang berada di daratan.
Proses sirkulasi air di alam dan komponen-komponen yang berpengaruh didalamnya merupakan suatu proses berjalan secara alami dan berkesinambungan. Uap air dari permukaan tanah (danau, laut, sungai, kolam) dan transpirasi tumbuhan akan bergerak naik ke atmosfer oleh proses pendinginan dan kondensasi menjadi awan dan embun yang kemudian pada kondisi meteorologi tertentu terjadi proses presipitasi berupa hujan.
Sebagian air hujan menguap kembali sebelum mencapai permukaan tanah dan sebagian lainnya tertahan oleh tumbuhan sebagai intersepsi. Air hujan yang jatuh dipermukaan tanah akan meresap ke dalam tanah/batuan sebagai infiltrasi dan perkolasi yang kemudian tersimpan sebagai air tanah atau sebagai aliran bawah permukaan. Oleh berbagai proses geologi tertentu air tanah atau aliran bawah permukaan tanah tersebut dapat muncul ke permukaan dalam bentuk rembesan ataupun sebagai mata air.
Sebagian air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah/batuan menjadi air limpasan yang selanjutnya mengisi danau, sungai, laut dan tubuh air permukaan lainnya. Sedangkan sebagian air yang berada di dalam tanah pada bagian atas maupun tubuh air permukaan dan tumbuhan akan menguap kembali sebagai evapotraspirasi.
Pada proses sirkulasi air tersebut, volume air tanah di dalam zona penyimpanan akan selalu berubah, karena terjadinya proses pengikisan kembali (recharge) dan pengeluaran kembali (discharge). Pengisian kembali air tanah berasal dari peresapan air hujan, tubuh air permukaan dan disamping itu dikenal pula pengisian air tanah secara buatan. Besar volume pengisian kembali akan tergantung pada luasan daerah pengisian.
Pengeluaran kembali terjadi apabila air tanah mengalir keluar dari zona penyimpanan seperti rembesan, mata air, dan pemompaan air tanah. Pemompaan atau pemanfaatan air tanah untuk berbagai keperluan baik keperluan rumah tangga, industri, pertanian, perikanan dan lain-lainnya menjadi sangat penting oleh karena itu pemenuhan kebutuhan dari sumber air permukaan sifatnya masih relatif terbatas. Namun hingga saat ini air tanah untuk keperluan rumah tangga masih lebih besar dibanding pemakai air lainnya.
B.     Penyebaran Air Tanah
Pada dasarnya potensi air tanah sangat tergantung dari kondisi geologi terutama yang berkaitan dengan konfigurasi akuifer, struktur geologi, geomorfologi dan curah hujan. Dari jenis dan sebaran batuan berikut struktur geologi dapat diketahui jenis dan sebaran akuifer yang ada walaupun demikian tidak semua batuan berfungsi sebagai akuifer.
Pada zona tidak jenuh air berpori-pori terisi oleh air dan sebagian lagi terisi sebagai air tanah. Air yang terdapat pada zona ini tidak termasuk dalam klasifikasi air tanah. Sebaliknya pada zona jenuh air semua pori-pori terisi oleh air dan air yang berada pada zona inilah yang disebut sebagai air tanah. Batas kedua zona tersebut adalah suatu bidang yang disebut sebagai muka air tanah (water tabel).
Keterpadatan air tanah pada suatu daerah ditentukan oleh beberapa faktor yaitu iklim/musim (banyak hujan dan evapotraspirasi)
a.       Kondisi Penutup Lahan (Land Cover )
b.      Kondisi Geomorfologi
c.       Kondisi Geologi
d.      Aktivitas Manusia
Sebagian besar air tanah berasal dari air hujan yang meresap masuk kedalam tanah, air tanah tersebut disebut air meteorik. Selain air meteoric ada air lain yaitu air JuvenileWater yang dapat diklasifikasikan menurut asalnya yaitu magnetic water, volkanik water  yang biasanya panas atau hangat dan mempunyai kandungan sukfur yang tinggi dan cosmic berasal dari ruang angkasa bersama dengan meteorit.
Rejuvenate water adalah air yang berasal dari proses geologi seperti kompaksi, metamorfosa dan sedimenasi ada dua jenis yaitu Metamorf water dan Connate water. Connate water adalah air yang terperangkap dalam endapan sewaktu terjadi proses pengendapan (air biasanya payau sampai asin), (Suyono, 1995).
C.    Sifat Batuan Terhadap Air Tanah
Menurut Krusseman (Bakri, 2003) ditinjau dari sifat dan prilaku batuan terhadap air tanah terutama sifat fisik, struktur dan tekstur maka batuan dapat dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
a.       Akuifer adalah lapisan batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa sehingga dapat meyimpan dan mengalirkan air tanah yang cukup berarti seperti batu pasir, dan batugamping
b.      Akuiklud adalah lapisan batuan yang dapat meyimpan air akan tetapi tidak dapat mengalirkan air tanah dalam jumlah yang cukup berarti seperti lempung, shale, tuf halus
c.       Akuitar adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan air tetapi hanya dapat mengalirkan air tanah dalam jumlah yang sangat terbatas seperti basal scoria, serpih, napal, dan batulempung
d.      Akuiflug adalah lapisan batuan yang tidak dapat menyimpan dan mengalirkan air tanah seperti batuan beku dan batuan metamorf dan kalaupun ada air pada lapisan batuan tersebut hanya terdapat pada kekar atau rekahan batuan saja.
Apabila ditinjau dari sifat dan stratigrafi batuan di alam maka lapisan akuifer dapat dibedakan, antara lain :
a.       Unconfined akuifer (Akuifer bebas) adalah suatu akuifer dimana muka air tanah merupakan bidang batas sebelah atas dari zona jenuh air. Air tanah yang terdapat pada lapisan akuifer ini disebut air tanah tidak tertekan dimana muka air tanahnya disebut muka air tanah pheartik
b.      Confined akuifer (akuifer tertekan) adalah suatu akuifer dimana air tanahnya terletak dibawah lapisan kedap air dan mempunyai tekanan lebih besar dari pada tekanan atmosfer. Air tanah ini dibatasi oleh lapisan kedap air pada bagian atas maupun bagian bawahnya. Muka air tanah artesis oleh karena dilakukan pemboran maka muka air tanah akan bergerak naik ke atas mendekati permukaan tanah atau memancar sampai pada keadaan tertentu.
c.       Leakage akuifer (semi confined akuifer) adalah suatu lapisan akuifer dimana air tanahnya terletak pada suatu lapisan yang bersifat setengah kedap air dan posisi batuan akuifernya terletak antara akuifer bebas dan akuifer tertekan
d.      Ferced aquifer (akuifer menggantung) adalah akuifer dimana massa air tanahnya terpisah dari air tanah induk oleh lapisan yang relatife kedap air yang tidak begitu luas dan terletak pada zona tidak jenuh air.

D.    Karakteristik Air Tanah
Sifat dan karakteristik akuifer memegang peranan penting dalam hal keterpadatan serta dalam upaya untuk memanfaatkan sumberdaya air tanah tersebut . sifat dan karakteristik akuifer sebagai berikut:
1.      Porositas
Porositas merupakan semua lubang yang tidak terbatas ukurannya pada suatu massa batuan yang kemungkinannya bisa terisi oleh air. Besaran porositas dinyatakan sebagai rasio atau perbandingan antara seluruh lubang (pori-pori batuan) dengan isi total batuan dalam persen. Kapasitas lapisan pembawa air untuk menyimpan air tanah ditentukan oleh porositas batuannya. Sedangkan besarnya pori-pori batuan tergantung dari ukuran bentuk dan susunan fragmen batuan serta tingkat pelarutan maupun retakan batuan.
2.      Konduktifitas Hidrolik
Konduktifitas Hidrolik disebut juga sebagai permeabilitas (K=T/D) adalah besarnya aliran air yang dapat disalurkan melewati satu satuan penampang akuifer tegak lurus terhadap arah aliran air dalam satu satuan landaian hidrolika. Dalam ilmu teknik terapan permeabilitas adalah merupakan unit kecepatan dari kemampuan lapisan batuan untuk meloloskan air. Dengan kata lain bahwa permeabilitas adalah parameter hidrolika yang menyatakan ukuran jumlah air yang dapat diteruskan oleh media porous persatuan luas penampang. Konduktivitas hidrolika dipengaruhi oleh porositas, ukuran butir  dan distribusinya. Satuannya dinyatakan dalam cm3/detik atau m3/hari.
3.      Koefisien keterusan (Transmisivity = T)
Transmisivity adalah banyak air yang dapat mengalir melalui suatu lubang vertikal akuifernya dan selebar satu unit panjang dengan landaian hidrolika satu unit dimana satuannya adalah m2/jam atau m2/hari. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut T = K. D. pemompaan air tanah dari akuifer yang mempunyai nilai T besar menyebabkan sifat depresi air tanah dangkal tetapi rediusnya luas sedangkan sebaliknya apabila T kecil maka depresi air tanah relative lebih dalam namun radiusnya sempit.
4.      Koofisien Daya Simpan Air (storativity = S = Qs/A.D)
Storativity adalah volum air yang dapat disimpan atau dapat dilepaskan oleh suatu akuifer setiap satu satuan luas akuifer pada satu satuan perubahan kedudukan muka air tanah atau bidang piezometrik. Nilai kisaran Storativity antara 10-5 10-3. nilai S pada akuifer bebas berbeda dengan nilai pada akuifer tertekan sedangkan pada leakage aquifer tidak mempunyai dimensi. Pada akuifer bebas batasan hasil jenis (Specific yield) sama dengan koefisien simpanan.
5.      Hasil Jenis
Hasil jenis merupakan koefisien daya simpan air pada akuifer bebas yang mempunyai nilai berkisar anatara 10-1 sampai dengan 10-2 dirumuskan sebagai :
a = Sy + Sr
                        Dimana       a  = Porositas
                                       Sy     = Spesific yield          
                                       Sr      = Specific retention
6.      Ketebalan Akuifer
Ketebalan akuifer merupakan jarak tegak lurus antara bidang yang menjadi  batas atas dan bawah dari suatu lapisan batuan yang mengandung air tanah. Ketebalan akuifer dapat ditentukan dari berbagai pengamatan geologi serta penelitian geofisika atau dengan kegiatan pengeboran.
E.     Sifat Listrik Batuan
Aliran konduksi arus listrik didalam batuan/mineral digolongkan atas tiga macam yaitu konduksi dielektrik, konduksi elektrolik dan konduksi elektronik. Konduksi dielektrik terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik (terjadi polarisasi muatan saat bahan dialiri listrik). Konduksi elektrolik terjadi jika batuan/mineral bersifat porous dan pori-pori tersebut terisi cairan-cairan elektrolik. Pada kondisi ini arus listrik dibawa oleh ion-ion elektronik terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirikan dalam batuan/mineral oleh elektron bebas (Semester Break, 2003).
Berdasarkan harga resistiviti listriknya batuan/mineral digolongkan menjadi tiga yaitu :
Konduktor baik           : 10-6 < p < Ώ m
Konduktor buruk        : 1 < p < 107 Ώ m
Isolator                        : p > 107 Ώ m
F.     Metode Geolistrik
Dalam eksplorasi geofisika, metode geolistrik tahanan jenis merupakan metode geolistrik yang mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan didalam bumi. Sebetulnya terdapat banyak metode eksplorasi geofisika yang menggunakan sifat tahanan sebagai media/alat untuk mempelajari keadaan geologi bawah permukaan.
Dalam metode –metode geolistrik tahanan jenis dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1.      Metode Resistivitas Mapping
Metode ini merupakan metode resistivitas yang bertujuan untuk mempelajari variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara horizontal, oleh karena itu pada metode ini dipergunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk semua titik pengamatan bumi. Setelah itu baru dibuat kontur isoresistivitasnya.
2.      Metode Resistivitas Sounding (drilling)
Metode ini juga biasa dikenal sebagai Resistivitas Drilling, Resistivitas Probing dan lain-lain. Hal ini terjadi karena pada metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan dibawah permukaan bumi secara vertical.
Pada metode ini, pengukuran pada suatu titik sounding dilakukan dengan jalan mengubah-ubah jarak elektroda. Perubahan jarak elektroda ini tidak dilakukan secara sembarangan, tetapi mulai dari jarak elektroda kecil kemudian membesar secara grundal. Jarak elektroda ini sebanding dengan kedalamn lapisan batuan yang dapat diselidiki. Pada pengukuran sebenarnya, pembesaran jarak elektroda mungkin dilakukan jika mempunyai suatu alat geolistrik yang memadai. Dalam hal ini alat geolistrik tersebut harus dapat menghasilkan arus listrik yang cukup besar atau alat tersebut harus cukup sensitif dalam mendeteksi benda potensial yang kecil sekali. Oleh karena itu, alat geolistrik yang baik adalah alat yang dapat menghasilkan arus listrik cukup besar dan mempunyai sensitifitas yang cukup tinggi.
Pengukuran dengan menggunakan metode resistivitas (geolistrik) bertujuan untuk memperoleh struktur resistivitas bumi. Struktur resistivitas bumi adalah variasi harga resistivitas terhadap dari permukaan tanah (Awaluddin, 2004).
a.       Pendekatan model pelapisan bumi
Bumi dapat dianggap terdiri dari beberapa lapisan sejajar (horizontal layering) yang bersifat homogen isotropik untuk setiap lapisannya. Setiap lapisan (strata) mempunyai nilai resistivitas (p-Ώm) dan ketebalan (d-meter) tertentu. Struktur resistivitas dapat dikaitkan terhadap strukrtur geologi melalui suatu korelasi.
Struktur geologi memberikan gambaran terhadap arah dan susunan serta jenis lapisan batuan. Korelasi antara struktur resistivitas terhadap struktur geologi membutuhkan informasi geologi pada daerah survey. Korelasi tersebut akan menghasilkan suatu pengelompokan harga resistivitas terhadap masing-masing lapisan batuan serta bentuk strukturnya.
Jadi struktur resistivitas memberikan kontribusi terhadap struktur geologi di suatu daerah secara lebih rinci, hal ini sangat bermanfaat jika informasi/data geologi dari daerah survei sangat minim.
b.        Akuisasi data di lapangan
Kualitas hasil penyelidikan metode geolistrik sangat bergantung terhadap keakuratan dan kebenaran data lapangan yang diambil melalui suatu pengukuran dengan menggunakan peralatan tertentu. Keakuratan dan kebenaran data resistivitas adalah pencerminan terhadap besarnya simpanan dari nilai resistivitas semu yang diukur terhadap kondisi dan bentuk pelapisan bumi sebenarnya.
c.        Penerapan metode geolistrik
Keberhasilan penerapan metode ini bergantung kepada besarnya kontras resistivitas dari sistem yang akan dipelajari atau dengan kata lain berapa besar variasi resistivitas yang akan diukur dari obyek atau tujuan pekerjaannya. Penerapan utama terhadap metode resistivitas yang telah berhasil :
1)      Untuk memperoleh struktur geologi
2)      Eksplorasi air tanah
3)      Pendugaan Reservior panas bumi
              
G.    Dasar Interpretasi
Secara teoritis setiap batuan memiliki daya hantar listrik dan harga tahanan jenis masing-masing. Batuan yang sama belum tentu mempunyai nilai tahanan jenis yang sama. Sebaliknya harga tahanan jenis sama bisa dimiliki oleh batuan-batuan berbeda. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain: komposisi litologi, kondisi batuan, komposisi mineral yang dikandung, kandungan benda cair dan faktor eksternal lainnya. (Soenarto, 2003).
Beberapa aspek berpengaruh terhadap nilai tahanan jenis suatu batuan bisa sebagai berikut :
  • Batuan sedimen yang bersifat lepas mempunyai nilai tahanan jenis lebih rendah bila dibanding dengan batuan sedimen padu dan kompak
  • Batuan beku dan batuan metamorf mempunyai nilai tahanan jenis yang tergolong tinggi
  • Batuan yang basah dan mengandung air, nilai tahanan jenisnya rendah dan semakin lebih rendah lagi bila yang dikandungnya bersifat payau atau asin
  • Kandungan logam yang berada di sekitar lokasi pendugaan sangat berpengaruh terhadap nilai tahanan jenis batuan.
  • Faktor luar seperti kabel, tiang listrik dan saluran pipa logam dapat mempengaruhi hasil pengukuran di lapangan.

PETA DAN TEKNIK PEMETAAN.

PETA DAN TEKNIK PEMETAAN.
a.        Pengertian dan jenis Peta
Peta dapat didefenisikan sebagai gambaran dari sebagian atau seluruh permukaan bumi yang bersifat selektif di atas bidang datar melalui sebuah bidang proyeksi. Peta bersifat selektif artinya tidak semua kenampakan atau gejala-gejala di permukaan bumi di gambarkan, tetapi dipilih (diseleksi) gejala-gejala yang di butuhkan saja. Peta merupakan penyajian grafis dari bentuk ruang dan hubungan  keruangan antara berbagai perwujudan yang diwakili (Ansari, 2002).

Untuk dapat memenuhi kriteria sebuah peta yang baik, maka harus memenuhi beberapa syarat tertentu. Antara lain:
1) Peta  tidak boleh membingungkan  
2) Peta itu harus mudah dimengerti atau ditangkap maknanya
3)    Peta harus memberikan gambaran yang sebenarnya
4)    Peta harus indah, rapi, dan bersih.
Peta dapat digolongkan atas beberapa dasar, baik berdasarkan skalanya, isi dan fungsi, maupun tujuannya.
1)   Jenis peta berdasarkan skalanya
a)    Peta skala besar, yaitu semua peta yang mempunyai skala 1  :  25.000. Contoh: peta topografi
b)   Peta skala sedang, yaitu semua peta yang mempunyai skala lebih dari 1: 25.000 sampai skala 1 : 500.000.
c)    Peta skala kecil, yaitu semua peta yang mempunyai skala lebih kecil dari 1 : 500.000.
2)   jenis peta berdasarkan isi dan fungsinya.
a)    Peta Umum (General Map), yaitu peta yang memuat kenampakan-kenampakan umum (lebih dari satu jenis), memuat kenampakan fisis (alamiah) dan kenampakan budaya (telah di campuri tangan manusia).
b)   Peta Tematik, yaitu peta yang memuat satu jenis kenampakan saja (tema tertentu) baik kenampakan fisis maupun kenampakan budaya.
c)    Peta Kart, yaitu peta yang di desain untuk keperluan navigasi, nautical, peta kelautan yang ekivalen dengan peta topografi disebut “Peta Batimetrik”.
3)   Jenis peta berdasarkan tujuan
a)    Peta Geologi, bertujuan untuk menunjukkan formasi batuan atau aspek geologi lainnya di suatu daerah.
b)   Peta Iklim, bertujuan menunjukkan berbagai macam sifat iklim di suatu daerah.
c)    Jenis-jenis lainnya; peta kadaster, peta tanah, peta kependudukan, peta tata guna lahan, dan sebagainya.
Untuk menggunakan peta sebagai sumber belajar secara baik perlu tahapan-tahapan sebagai berikut:
1)      Tahap membaca peta
Pada tahap pertama ini pengguna hendaknya mengidentifikasi simbol (legenda). Untuk ini pengguna harus mengetahui terlebih dahulu “bahasa peta”. Bahasa peta yang dimaksud meliputi judul, nomor lembar (sheet), skala, orientasi, legenda atau keterangan gambar.
2)      Tahap analisis peta
Apabila sudah mengetahui secara baik apa yang terdapat pada peta, langkah selanjutnya adalah mengukur atau mencari nilai dari unsur-unsur dalam peta tersebut. Pada tahap ini diperlukan berbagai peralatan untuk membantu menentukan nilai unsur yang bersangkutan (panjang, luas, volume) misalnya mistar, busur derajat, kaca pembesar (lope, steoroskop), benang, planimeter, dan lain-lain. Selain pengukuran, tahap menentukan pola keruangan juga merupakan bagian dari proses analisis. Regionalisasi adalah proses melakukan “klasifikasi” ruang muka bumi (data spatial); gunanya untuk menyederhanakan agar mudah menafsirkannya. Region adalah hasil akhir dari analisis data spatial yang digambarkan sebagai peta.
3)      Tahap interpretasi peta
Pada tahap ketiga dalam penggunaan peta yang disebut interpretasi peta, pengguna berusaha mencari jawaban mengapa di bagian tertentu terdapat suatu karakteristik gejala yang berbeda dengan kawasan lainnya, atau mengapa di bagian tertentu terjadi pengelompokan yang berbeda dengan pola di bagian lainnya pada peta yang sama. Untuk itu, diperlukan kemampuan akan kekayaan konsep dan teori keilmuan yang relevan (Hallaf, 2007).
Penggunaan peta ada beberapa macam dan tergantung bidangnya dan kaperluannya diantaranya:
1)    Untuk komunikasi informasi ruang,  yaitu peta memberikan informasi kepada pengguna misalnya bagaimana kondisi suatu daerah baik fisik maupun sosialnya dalam peta.
2)    Untuk menyimpan informasi, dimana peta bisa menggambarkan kondisi suatu daerah dan otomatis data kondisi suatu daerah tersebut tergambarkan dalam suatu peta.
3)    Digunakan untuk membantu suatu pekerjaan misalnya untuk konstruksi jalan, navigasi, perencanaan dan lain-lain,
4)    Digunakan untuk membantu dalam suatu desain, misalnya desain jalan, permukiman, dan sebagainya.
5)    Untuk analisa data spasial, misalnya perhitungan volume, jarak, kemiringan, dan sebagainya.
b.   Teknik Pemetaan
Pemetaan merupakan suatu kegiatan mengolah data-data nonspasial atau semi-spasial menjadi sebuah data keruangan (peta), sehingga penangkapan informasi dari sebuah objek wilayah dapat lebih mudah dipahami karena sifatnya yang lebih efektif dan efisien. Teknik pemetaan ada yang dilakukan secara manual dan adapula secara digital. Dalam pembuatan peta digital saat ini telah banyak disediakan berbagai model software pemetaan yang hasilnya dapat lebih akurat, efektif dan efisien. Adapun macam-macam software tersebut misalnya Software Ermapper, Surfer, Arcview, ArcGIS dan Mapinfo.
Secara umum, teknik pembuatan peta dengan menggunakan software satu dengan software yang lain pada hakekatnya hampir sama, yaitu melibatkan proses input data, pengelolaan dan analisis data, hingga ke proses output data.
  1. Proses input data, yaitu kegiatan memasukkan data dan merubah bentuk data asli ke bentuk jenis data yang dapat diterima dan dipakai oleh perangkat lunak.
  2. Proses pengelolaan dan analisis data, yaitu kegiatan pengorganisasian data yang melibatkan penambahan data, pengurangan data dan pembaharuan data, sehingga dapat dihasilkan parameter-parameter data yang diinginkan. 
  3. Proses output data, yaitu kegiatan menayangkan informasi maupun hasil analisis data geografis secara kualitatif ataupun kuantitatif, yang dapat berupa peta, tabel, ataupun arsip elektronik                            
    PEMETAAN SOSIAL: DEFINISI DAN CAKUPAN
     
    Dalam makalah ini pemetaan sosial (social mapping) didefinisikan sebagai proses penggambaran masyarakat yang sistematik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi mengenai masyarakat termasuk di dalamnya profile dan masalah sosial yang ada pada masyarakat tersebut. Merujuk pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993), pemetaan sosial dapat disebut juga sebagai social profiling atau “pembuatan profile suatu masyarakat”. 
     
    Pemetaan sosial dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan dalam Pengembangan Masyarakat yang oleh Twelvetrees (1991:1) didefinisikan sebagai “the process of assisting ordinary people to improve their own communities by undertaking collective actions.” Sebagai sebuah pendekatan, pemetaan sosial sangat dipengaruhi oleh ilmu penelitian sosial dan geography. Salah satu bentuk atau hasil akhir pemetaan sosial biasanya berupa suatu peta wilayah yang sudah diformat sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu image mengenai pemusatan karakteristik masyarakat atau masalah sosial, misalnya jumlah orang miskin, rumah kumuh, anak terlantar, yang ditandai dengan warna tertentu sesuai dengan tingkatan pemusatannya. 
     
    Perlu dicatat bahwa tidak ada aturan dan bahkan metoda tunggal yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan pemetaan sosial. Prinsip utama bagi para praktisi pekerjaan sosial dalam melakukan pemetaan sosial adalah bahwa ia dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dalam suatu wilayah tertentu secara spesifik yang dapat digunakan sebagai bahan membuat suatu keputusan terbaik dalam proses pertolongannya. Mengacu pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993:68) ada tiga alasan utama mengapa para praktisi pekerjaan sosial memerlukan sebuah pendekatan sistematik dalam melakukan pemetaan sosial:
     
    1.   Pandangan mengenai “manusia dalam lingkungannya” (the person-in-environment) merupakan faktor penting dalam praktek pekerjaan sosial, khususnya dalam praktek tingkat makro atau praktek pengembangan masyarakat. Masyarakat dimana seseorang tinggal sangat penting dalam menggambarkan siapa gerangan dia, masalah apa yang dihadapinya, serta sumber-sumber apa yang tersedia untuk menangani masalah tersebut. Pengembangan masyarakat tidak akan berjalan baik tanpa pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh masyarakat tersebut.
    2. Pengembangan masyarakat memerlukan pemahaman mengenai sejarah dan perkembangan suatu masyarakat serta analisis mengenai status masyarakat saat ini. Tanpa pengetahuan ini, para praktisi akan mengalami hambatan dalam menerapkan nilai-nilai, sikap-sikap dan tradisi-tradisi pekerjaan sosial maupun dalam memelihara kemapanan dan mengupayakan perubahan.
    3. Masyarakat secara konstan berubah. Individu-individu dan kelompok-kelompok begerak kedalam perubahan kekuasaan, struktur ekonomi, sumber pendanaan dan peranan penduduk. Pemetaan sosial dapat membantu dalam memahami dan menginterpretasikan perubahan-perubahan tersebut.
     
    PEMETAAN SOSIAL: DEFINISI DAN CAKUPAN
     
    Dalam makalah ini pemetaan sosial (social mapping) didefinisikan sebagai proses penggambaran masyarakat yang sistematik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi mengenai masyarakat termasuk di dalamnya profile dan masalah sosial yang ada pada masyarakat tersebut. Merujuk pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993), pemetaan sosial dapat disebut juga sebagai social profiling atau “pembuatan profile suatu masyarakat”. 
     
    Pemetaan sosial dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan dalam Pengembangan Masyarakat yang oleh Twelvetrees (1991:1) didefinisikan sebagai “the process of assisting ordinary people to improve their own communities by undertaking collective actions.” Sebagai sebuah pendekatan, pemetaan sosial sangat dipengaruhi oleh ilmu penelitian sosial dan geography. Salah satu bentuk atau hasil akhir pemetaan sosial biasanya berupa suatu peta wilayah yang sudah diformat sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu image mengenai pemusatan karakteristik masyarakat atau masalah sosial, misalnya jumlah orang miskin, rumah kumuh, anak terlantar, yang ditandai dengan warna tertentu sesuai dengan tingkatan pemusatannya. 
     
    Perlu dicatat bahwa tidak ada aturan dan bahkan metoda tunggal yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan pemetaan sosial. Prinsip utama bagi para praktisi pekerjaan sosial dalam melakukan pemetaan sosial adalah bahwa ia dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dalam suatu wilayah tertentu secara spesifik yang dapat digunakan sebagai bahan membuat suatu keputusan terbaik dalam proses pertolongannya. Mengacu pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993:68) ada tiga alasan utama mengapa para praktisi pekerjaan sosial memerlukan sebuah pendekatan sistematik dalam melakukan pemetaan sosial:
     
    1.   Pandangan mengenai “manusia dalam lingkungannya” (the person-in-environment) merupakan faktor penting dalam praktek pekerjaan sosial, khususnya dalam praktek tingkat makro atau praktek pengembangan masyarakat. Masyarakat dimana seseorang tinggal sangat penting dalam menggambarkan siapa gerangan dia, masalah apa yang dihadapinya, serta sumber-sumber apa yang tersedia untuk menangani masalah tersebut. Pengembangan masyarakat tidak akan berjalan baik tanpa pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh masyarakat tersebut.
    2. Pengembangan masyarakat memerlukan pemahaman mengenai sejarah dan perkembangan suatu masyarakat serta analisis mengenai status masyarakat saat ini. Tanpa pengetahuan ini, para praktisi akan mengalami hambatan dalam menerapkan nilai-nilai, sikap-sikap dan tradisi-tradisi pekerjaan sosial maupun dalam memelihara kemapanan dan mengupayakan perubahan.
    3. Masyarakat secara konstan berubah. Individu-individu dan kelompok-kelompok begerak kedalam perubahan kekuasaan, struktur ekonomi, sumber pendanaan dan peranan penduduk. Pemetaan sosial dapat membantu dalam memahami dan menginterpretasikan perubahan-perubahan tersebut.
     
    PEMETAAN SOSIAL: DEFINISI DAN CAKUPAN
     
    Dalam makalah ini pemetaan sosial (social mapping) didefinisikan sebagai proses penggambaran masyarakat yang sistematik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi mengenai masyarakat termasuk di dalamnya profile dan masalah sosial yang ada pada masyarakat tersebut. Merujuk pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993), pemetaan sosial dapat disebut juga sebagai social profiling atau “pembuatan profile suatu masyarakat”. 
     
    Pemetaan sosial dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan dalam Pengembangan Masyarakat yang oleh Twelvetrees (1991:1) didefinisikan sebagai “the process of assisting ordinary people to improve their own communities by undertaking collective actions.” Sebagai sebuah pendekatan, pemetaan sosial sangat dipengaruhi oleh ilmu penelitian sosial dan geography. Salah satu bentuk atau hasil akhir pemetaan sosial biasanya berupa suatu peta wilayah yang sudah diformat sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu image mengenai pemusatan karakteristik masyarakat atau masalah sosial, misalnya jumlah orang miskin, rumah kumuh, anak terlantar, yang ditandai dengan warna tertentu sesuai dengan tingkatan pemusatannya. 
     
    Perlu dicatat bahwa tidak ada aturan dan bahkan metoda tunggal yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan pemetaan sosial. Prinsip utama bagi para praktisi pekerjaan sosial dalam melakukan pemetaan sosial adalah bahwa ia dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dalam suatu wilayah tertentu secara spesifik yang dapat digunakan sebagai bahan membuat suatu keputusan terbaik dalam proses pertolongannya. Mengacu pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993:68) ada tiga alasan utama mengapa para praktisi pekerjaan sosial memerlukan sebuah pendekatan sistematik dalam melakukan pemetaan sosial:
     
    1.   Pandangan mengenai “manusia dalam lingkungannya” (the person-in-environment) merupakan faktor penting dalam praktek pekerjaan sosial, khususnya dalam praktek tingkat makro atau praktek pengembangan masyarakat. Masyarakat dimana seseorang tinggal sangat penting dalam menggambarkan siapa gerangan dia, masalah apa yang dihadapinya, serta sumber-sumber apa yang tersedia untuk menangani masalah tersebut. Pengembangan masyarakat tidak akan berjalan baik tanpa pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh masyarakat tersebut.
    2. Pengembangan masyarakat memerlukan pemahaman mengenai sejarah dan perkembangan suatu masyarakat serta analisis mengenai status masyarakat saat ini. Tanpa pengetahuan ini, para praktisi akan mengalami hambatan dalam menerapkan nilai-nilai, sikap-sikap dan tradisi-tradisi pekerjaan sosial maupun dalam memelihara kemapanan dan mengupayakan perubahan.
    3. Masyarakat secara konstan berubah. Individu-individu dan kelompok-kelompok begerak kedalam perubahan kekuasaan, struktur ekonomi, sumber pendanaan dan peranan penduduk. Pemetaan sosial dapat membantu dalam memahami dan menginterpretasikan perubahan-perubahan tersebut.